Kemarin malam, aku melewati jalan berliku yang kulewati
tepat dua tahun yang lalu. Aku yang tak sanggup mengendarai motorku pulang
waktu itu, meminta salah satu temanku membocengku hingga ke dekat rumahnya yg
searah dengan rumahku. Barulah dari situ aku mengendarai motorku menuju
rumahku.
Sore itu berjalan dengan baik, namun malamnya berubah
menjadi kelabu. Aku bersama seorang temanku diminta mengisi acara pada hari
itu, dengan setengah hati aku pun mengiyakan permintaan mereka. Aku yang belum
pernah mengisi acara merasa sangat kaku di awal bicara, sedikit kelimpungan
juga mengatur semua peserta yang hadir. Pelan-pelan aku mencoba lebih santai
dan membuat suasana meriah serta seru.
Usai sholat maghrib, aku dan temanku itu duduk
berdampingan. Kami pun memulai pembicaraan serius dengan sedikit candaan. Topik
kala itu adalah tentang masa depan kami, bayangan kami akan hal yg kami mungkin
jumpai di masa depan. Kami berfikir, apakah kami bisa melakukan suatu hal
dengan baik di masa depan. Bagaimana jika kami menemukan hal-hal tak
menyenangkan di masa depan, apa yang harus kami lakukan untuk menghadapinya. Di
tengah-tengah pembicaraan,celotehan dan ledekan mulai dilancarkan kepada kami.
Kami berusaha menanggapi mereka dengan candaan, lantas menyudahi pembicaraan.
Selesai sudah acara hari itu, kami menutup acara lantas
bersiap pulang ke rumah. Setelah membereskan tempat acara, aku dan
teman-temanku pamit kemudian berjalan menuju parkiran motor. Desas desus tak
menyenangkan mulai terdengar di telingaku. Semakin lama hatiku merasa semakin
panas mendengarnya. Apa yang mereka bicarakan tentang kami tak benar sama
sekali. Kami sudah sejak dulu berteman dan sering bercerita banyak hal. Bagiku,
dia memang teman yg menyenangkan untuk ku bagi ceritaku. Aku tak pernah
berfikir menjadi wanita seperti yg mereka perbincangkan, karena cukup bagiku
memiliki teman yg menyenangkan sepertinya.
Aku yang tak kuat mendengar perkataan buruk tentangku
lantas berubah jutek terhadapnya. Rasa kesal terhadap orang yang membicarakanku
aku lampiaskan padanya, sebagai arti aku harus menjaga jarak dengannya. Aku
bergegas pulang dengan pipi yang basah dengan air mata di tengah perjalanan.
Semilir angin malam berhasil membuat kering hingga tak ada bekas air mata yang
berjatuhan tadi.
-Anggita-
Malam ini hujan turun membasahi bumi, menambah kesyahduan kenangan itu.