Rabu, 14 Juni 2017

Malam Kelabu

Kemarin malam, aku melewati jalan berliku yang kulewati tepat dua tahun yang lalu. Aku yang tak sanggup mengendarai motorku pulang waktu itu, meminta salah satu temanku membocengku hingga ke dekat rumahnya yg searah dengan rumahku. Barulah dari situ aku mengendarai motorku menuju rumahku.

Sore itu berjalan dengan baik, namun malamnya berubah menjadi kelabu. Aku bersama seorang temanku diminta mengisi acara pada hari itu, dengan setengah hati aku pun mengiyakan permintaan mereka. Aku yang belum pernah mengisi acara merasa sangat kaku di awal bicara, sedikit kelimpungan juga mengatur semua peserta yang hadir. Pelan-pelan aku mencoba lebih santai dan membuat suasana meriah serta seru.

Usai sholat maghrib, aku dan temanku itu duduk berdampingan. Kami pun memulai pembicaraan serius dengan sedikit candaan. Topik kala itu adalah tentang masa depan kami, bayangan kami akan hal yg kami mungkin jumpai di masa depan. Kami berfikir, apakah kami bisa melakukan suatu hal dengan baik di masa depan. Bagaimana jika kami menemukan hal-hal tak menyenangkan di masa depan, apa yang harus kami lakukan untuk menghadapinya. Di tengah-tengah pembicaraan,celotehan dan ledekan mulai dilancarkan kepada kami. Kami berusaha menanggapi mereka dengan candaan, lantas menyudahi pembicaraan.

Selesai sudah acara hari itu, kami menutup acara lantas bersiap pulang ke rumah. Setelah membereskan tempat acara, aku dan teman-temanku pamit kemudian berjalan menuju parkiran motor. Desas desus tak menyenangkan mulai terdengar di telingaku. Semakin lama hatiku merasa semakin panas mendengarnya. Apa yang mereka bicarakan tentang kami tak benar sama sekali. Kami sudah sejak dulu berteman dan sering bercerita banyak hal. Bagiku, dia memang teman yg menyenangkan untuk ku bagi ceritaku. Aku tak pernah berfikir menjadi wanita seperti yg mereka perbincangkan, karena cukup bagiku memiliki teman yg menyenangkan sepertinya.

Aku yang tak kuat mendengar perkataan buruk tentangku lantas berubah jutek terhadapnya. Rasa kesal terhadap orang yang membicarakanku aku lampiaskan padanya, sebagai arti aku harus menjaga jarak dengannya. Aku bergegas pulang dengan pipi yang basah dengan air mata di tengah perjalanan. Semilir angin malam berhasil membuat kering hingga tak ada bekas air mata yang berjatuhan tadi.

-Anggita-
Malam ini hujan turun membasahi bumi, menambah kesyahduan kenangan itu.